Bagi Dody Nasution, pekerjaan seorang improvement specialist tidak semudah yang dikira orang lain, dan tidak akan pernah mudah. Tantangan terbesarnya adalah fakta bahwa improvement tidak hanya berhubungan dengan angka dan mesin semata, tetapi banyak dipengaruhi oleh kompleksitas emosional dan preferensi pihak-pihak yang terlibat (baca: manusia). Tidak terkecuali di industri tambang.

“Sering kali kita bergerak (melakukan improvement) di departemen lain yang individunya memiliki persepsi yang berbeda mengenai continuous improvement. Diperlukan keuletan dan disiplin untuk terus belajar dan memahami kondisi perusahaan,” kata Dody mengungkapkan rahasia suksesnya. “Hal itu penting karena dari sanalah kita akan menentukan sisi mana dan peran apa yang harus dikembangkan di perusahaan untuk memberi nilai tambah”.

Dody yang saat ini menjabat sebagai Corporate Business Excellence Sr. Advisor Newcrest Mining Ltd. yang berbasis di Brisbane, Australia ini telah banyak makan asam garam di dunia Continuous Improvement. Sebelumnya Dody beroperasi di salah satu tambang Newcrest di Gosowong (PT Nusa Halmahera Minerals) selama tiga setengah tahun. Saat itu ia bekerja sebagai Business Excellence Manager, membangun Depatemen Business Excellence (BE) dari bawah.

Menurut Dody, tantangan dalam penerapan program continuous improvement di perusahaan tambang cukup banyak, namun bukan tidak mungkin diatasi. Yang penting praktisi dan perusahaan mengetahui titik-titik permasalahannya. Di Newcrest, program improvement yang diterapkan adalah Lean Six Sigma (LSS) yang dikelola dibawah Departemen Business Improvement.

“Banyak orang yang menilai LSS yang berasal dari manufaktur kurang cocok diterapkan di industri tambang,” kata Dody. “Itu karena dalam industri tambang hanya ada sedikit proses operasional yang serupa dengan industri manufaktur, seperti pada saat memasuki proses pengolahan emas di pabrik saja, yaitu Ore Treatment atau Mill Department. Selebihnya proses banyak dipengaruhi keadaan alam dan lingkungan.”

Dalam konsepsi Lean Six Sigma, sebaiknya dilakukan untuk proses yang berulang dan diusahakan agar variasi terjadi sesedikit mungkin. Namun di pertambangan hal tersebut nyaris mustahil di banyak area, karena lokasi proses eksplorasi tidak pernah sama persis, melainkan terus berubah sesuai ketersediaan kandungan bijih emas (ore) yang ada, serta keadaan lapisan tanah.

Tantangan lainnya adalah pada pengaturan kerja Roster. “Sebagai contoh, di salah satu lokasi tambang kami di pulau Halmahera: 4 minggu kerja dan 2 minggu off berdampak besar terhadap kecepatan progress suatu proyek improvement dikarenakan individu ataupun tim yang terlibat sedang off,” kata Dody. “Beberapa alternatif solusi telah diterapkan untuk mengantisipasi hal ini tetapi tetap berdampak pada beberapa penundaan implementasi tindakan yang telah direncanakan”.

Baca juga  Efisiensi Pemboran di Lapangan Bangko, PHR Hemat Miliaran Rupiah

Tantangan eksternal adalah karena harga emas yang terus naik, profit perusahaan pertambangan emas seperti Newcrest mengalami kenaikan pula sehingga kesadaran untuk menjaga biaya produksi per oz di level operasional makin menurun.

Bagi Dody, semua tantangan ini pada dasarnya berhubungan dengan kultur sebagian perusahaan tambang yang belum siap untuk fokus menjalankan program continuous improvement, dan ditambah dengan kurangnya ketersediaan infrastruktur untuk program sejenis itu.

Jika begitu banyak tantangan dalam upaya penerapan LSS di perusahaan tambang, lantas apa rahasia sukses Dody untuk mengatasi kendala yang ada?

“Yang paling penting adalah dengan menunjukkan nilai tambah program improvement tersebut kepada manajemen dan karyawan,” ungkapnya. ““What’s in it for them” adalah poin yang sangat penting disampaikan sebelum mulai mengajukan sebuah program. Metode improvement yang ada harus mampu menonjolkan kelebihan dan keuntungan yang akan didapat melalui penerapannya.”

Kegagalan mengadaptasi sebuah metode improvement seperti Lean Six Sigma dengan kultur perusahaan juga menjadi biang keladi melempemnya sebuah program. Karena itulah adaptasi menjadi salah satu fokus utama program improvement di Newcrest.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program perbaikan di Newcrest, Dody membocorkan sedikit rumus yang biasa digunakan timnya. Rumus tersebut adalah:

E = Q x A

Tingkat (E) keefektifan suatu perubahan tidak saja tergantung dari kualitas (Q = Quality)  solusi teknis yang ditawarkan tetapi juga tergantung pada tingkat penerimaan (A = Acceptance)  dan komitmen dari pihak yang terlibat.

Selain adaptasi, Dody juga menekankan hubungan profesional dengan berbagai pihak perlu dibina dengan baik untuk mensukseskan program perbaikan tersebut. “Untuk banyak hal, praktisi improvement harus bisa bersabar, namun untuk yang berkaitan dengan prinsip, harus bisa tegas,” pungkasnya. Ia mengakui di tahun-tahun awal penerapan improvement di Newcrest, anggota Departemen Business Improvement sering melakukan kerja ekstra untuk memastikan program Lean Six Sigma yang diterapkan terus berjalan dengan baik sesuai rencana. Disinilah mereka harus bersabar. Tapi bila berkaitan dengan hal-hal yang prinsip, seperti keakuratan data dan klaim keberhasilan proyek improvement, harus tegas dan bila perlu melibatkan pihak ketiga untuk memastikan terjaganya integritas program improvement tersebut.

Baca juga  Roadmap Bisnis Biofuels dan Dekarbonisasi Pertamina

Perubahan pada proses di tambang memiliki resiko, baik dari safety maupun potensi penurunan output karena proses trial. Untuk mengatasinya, Dody merujuk kepada moto “Zero Accident” yang dianut perusahaan. Untuk setiap perubahan proses yang akan dilakukan harus melalui tahap perencanaan sebaik mungkin melibatkan semua pihak yang berkepentingan untuk memastikan tidak meningkatkan resiko terhadap Safety melalui JSEA (Job Safety & Environtmental Analysis). Sedapat mungkin potensi penurunan output diminimalkan melalui modelling dan hipotesis  bilamana memungkinkan.

Ketika ditanya mengenai hal krusial pada awal implementasi program, Dody menegaskan bahwa melakukan persiapan sebelum menjalani program Lean Six Sigma sangat penting. Persiapan tersebut meliputi penetapan kerangka kerja, target tahunan, membangun kapabilitas dan infrastruktur program, dan integrasi program dengan sistem-sistem utama perusahaan seperti laporan komite eksekutif, sistem HR, rencana kerja, dan sebagainya agar tidak kehilangan momentum emas di dua tahun awal penerapan program.

Selanjutnya adalah membangun komunikasi yang lebih baik dan berkualitas untuk memperlancar integrasi kultur improvement di perusahaan dalam seluruh level organisasi.

Seluruh usaha penerapan improvement di Newcrest kini tentunya telah membuahkan hasil menggembirakan. Penghematan dan perbaikan kerja telah meningkat secara signifikan. “Dari tahun 2007 hingga tahun kalender 2010 sebagai contoh hasil kerja sama program ini dengan inisiatif improvement lainnya yang melibatkan perbaikan di tahap ‘Low hanging Fruit’, ‘Bulk of Fruit’ hingga ‘Sweet Fruit’ yang memerlukan investasi besar kami berhasil menurunkan biaya $/Tonnes milled lebih 40% di lokasi tambang kami di pulau Halmahera,” terangnya.

“Namun kini kami menghadapi tantangan baru, yaitu bagaimana mempertahankan pencapaian tersebut. Usaha yang berkelanjutan dan konsistensi setiap level organisasi sangat penting untuk memastikan stabilitas proses perbaikan yang kami jalani,” katanya lagi.

Untuk kedepannya, menurut Dody, Departemen Business Improvement di Newcrest sedang mengembangkan program continuous improvement yang telah diadaptasi dengan kultur perusahaan. “Program tersebut adalah Newcrest Operating Framework (NOF), yang dibuat untuk menjawab perkembangan dan dinamika dunia tambang emas, khususnya Newcrest”.

Baca juga  Pertama di Dunia! PHR Kelola Lapangan Minyak Minas dengan Teknologi Berbasis AI 

Dalam empat tahun belakangan, setelah melalui berbagai tahap akuisisi dan joint venture, Newcrest memang telah menjelma menjadi perusahaan Gold Mining terbesar di Australia, dan salah satu yang terbesar di dunia. Karena itulah Dody dan tim merasa perlu untuk terus mengembangkan dan mempertahankan stabilitas program perbaikan di Newcrest dengan menggabungkan beberapa sistem dan metode improvement yang sesuai dengan karakter industrinya. “Itulah salah satu alasan terbesar dibentuknya NOF,” katanya.

Sebagai penutup, Dody menyampaikan pesan singkat bagi para praktisi continuous improvement di tanah air, bahwa poin utama yang sangat menentukan keberhasilan program adalah kepercayaan diri dan tim akan program improvement yang akan dijalankan. Setiap keberhasilan kecil harus dihargai. Lalu melakukan riset secara berkala mengenai keberhasilan program juga penting. “Lakukan sense check secara rutin tentang tingkat kepuasan pelanggan program improvement yang kita fasilitasi, lalu perbaiki dan tingkatkan, karena perubahan dan perbaikan sangat penting menentukan keberhasilan program,” pungkasnya.

Profil Newcrest:

Newcrest adalah produsen emas terbesar di Australia dan merupakan nomor empat terbesar di dunia saat ini. Perusahaan ini merupakan produsen emas yang tumbuh pesat dalam 5 tahun terakhir dan tetap mampu mempertahankan produksi dengan biaya yang rendah, memiliki tambang-tambang dengan operasi jangka panjang, memiliki pertumbuhan project-project tambang yang kuat dan memiliki kemampuan untuk terus menemukan lahan-lahan eksplorasi yang menjanjikan. Hingga 30 Juni 2011, Newcrest memiliki cadangan emas sebesar 80 Juta oz dan tembaga sebesar 8.36 juta ton serta potensi cadangan emas sebesar 147.5 juta oz dan tembaga sebesar 19.9 juta ton.

Saat ini terdapat 8 lokasi tambang yang sedang beroperasi: Cadia Valley, yang terdiri dari Cadia Hill dan Ridgeway, Telfer Open Pit dan Telfer Underground, Gosowong (Indonesia), Lihir (Papua Nugini), Hidden valley (Papua Nugini), Bonikro (Afrika Barat).

Highlight:

Dody Nasution sebagai Corporate Business Excellence Sr. Advisor Newcrest Mining Ltd. berbagi rahasia sukses penerapan metode Lean Six Sigma di perusahaan tambang. Dody mengemukakan tantangan dan hambatan yang terjadi di perusahaan tambang, tantangan dalam menerapkan program continuous improvement, dan bagaimana cara menanggulanginya.