mengatasi antrian dengan lean six sigma

Hukum Little atau Little’s law adalah bagian dari teori antrian dan seringkali berperan penting dalam fase “Improve” pada proyek-proyek Lean Six Sigma berpola DMAIC. Hukum ini akan menghitung waktu tunggu rata-rata yang harus dijalani pelanggan atau produk dalam sebuah proses transaksional. Penggunaan Little’s law biasanya diajarkan dalam pelatihan Lean Six Sigma Green Belt bersamaan dengan materi mengenai DMAIC.

Lalu, apakah sebenarnya Little’s law, seperti apa perannya dalam proyek Six Sigma, dan mengapa penggunaanya demikian penting?

Penggunaan Little’s Law dalam Sistem Antrian

Menurut Little’s law, dalam kondisi stabil yang tetap, rata-rata jumlah item dalam sebuah sistem antrian berbanding lurus dengan rata-rata item yang tiba dikalikan dengan rata-rata waktu yang dihabiskan item dalam sistem antrian. Jika ditulis dalam format rumus, maka hubungan Little’s law akan seperti ini:

L= λ W

L = rata-rata jumlah item dalam sistem antrian

W = rata-rata waktu tunggu item dalam sistem antrian

λ = rata-rata jumlah item yang tiba dalam satuan waktu.

Mengenai hubungan tersebut, John Little berkomentar:

“Hubungan ini sebenarnya sangat sederhana dan umum. Kita akan memerlukan asumsi stasioneritas mengenai proses stokhastik (random) yang mendasarinya, namun mengejutkan ketika mengetahui hal-hal yang tidak kita butuhkan. Kita tidak perlu mengetahui ada berapa pelayanan dalam sistem, apakah setiap pelayanan memiliki antrian tersendiri atau hanya ada sebuah antrian yang menuju kepada semua pelayanan, kapan dan seperti apa proses distribusi pelayanannya, pemesanan pelayanan, dan sebagainya. Karena kesederhanaan dan sifatnya yang umum, perhitungan ini sangat berguna, khususnya ketika kita perlu menghitung dalam waktu cepat.”

Perhitungan Little’s law bisa diaplikasikan di banyak sistem, khususnya pada sistem dalam sistem. Misalnya di sebuah bank, lini antrian nasabah bisa dianggap satu subsistem, dan setiap teller adalah subsistem-subsistem yang lain. Little’s law bisa diaplikasikan kepada semua subsistem tersebut, dan juga kepada sistem secara keseluruhan. Satu-satunya syarat adalah sistem tersebut harus stabil dan tidak terinterupsi. Aturan ini tidak berlaku pada kondisi transisi, seperti pada saat sistem startup atau shut-down.

Baca juga  Antara Lean dan Agile, Mana yang Lebih Efektif di Masa Kini?

Bagaimana Little’s Law Berdampak pada Six Sigma?

Little’s law memberikan persamaan yang mengubungkan Lead Time, Work-in-Process, dan Waktu Rata-Rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses.

Pada fase “Improve” dalam DMAIC, dengan mengurangi work-in-process selama menjaga rata-rata waktu penyelesaian proses tetap stabil, lead time akan berkurang. Seperti halnya dengan meningkatkan rata-rata waktu penyelesaian proses sementara menjaga work-in-process tetap sama, lead time juga akan berkurang.

Mengapa Six Sigma Mengganggap Little’s Law Sangat Penting?

Little’s law adalah perkakas yang sangat berguna untuk digunakan pada hampir setiap inisiatif perbaikan proses karena pada dasarnya ia bekerja di dasar proses, yaitu aliran orang ataupun produk.

Contoh Little’s Law dalam Antrian

Bayangkan sebuah resepsi pernikahan. Terdapat buffet yang berisi jamuan utama, dan beberapa kios yang menyediakan hidangan sampingan. Semua tamu mengantri untuk mengambil makanan yang mereka inginkan. Setiap tamu rata-rata menggunakan waktu 90 detik untuk mengambil makanan, mulai dari mengambil piring hingga keluar dari area buffet. Anda, katakanlah, mengantri di belakang 9 orang. Artinya, Anda baru bisa menikmati makanan sekitar 900 detik (15 menit) dari sekarang.

Secara matematis, jika jumlah tamu yang mengantri adalah N orang, sementara kecepatan pelayanan (waktu yang dibutuhkan untuk mengambil makanan) adalah T waktu per-tamu, maka waktu yang dibutuhkan orang yang baru untuk melalui antrian adalah N x T satuan waktu.

Istilah-istilah dalam Little’s Law

Beberapa istilah yang akan sering ditemukan dalam aplikasi Little’s law antara lain:

Lead Time – disebut juga process lead time, adalah waktu yang dihitung sejak masuknya input kedalam proses hingga terjadi output. Pada contoh diatas, lead time adalah lamanya proses yang dijalani oleh tamu.

Work-in-Process (WIP) – adalah produk yang masih berada dalam rentang proses. Pada contoh diatas, WIP adalah jumlah orang yang mengantri yaitu 10.

Baca juga  Efisiensi vs. Efektivitas: Prioritas Manakah yang Lebih Utama?

Throughput (Exit Rate) – adalah output dari proses dalam selang waktu tertentu. Pada contoh diatas, throughput adalah 1 orang per 90 detik, atau setara 1 orang per 1,5 menit atau 0,67 orang/menit.

Kapasitas – adalah jumlah produk/jasa maksimum (output) yang dapat dihasilkan proses (diproduksi) selama periode waktu tertentu.

Time Trap – adalah operasi atau langkah yang memberikan waktu tunda yang panjang pada proses. Hanya ada satu time trap setiap waktu dalam sebuah proses. Pada contoh diatas, time trap yang bisa terjadi misalnya kejadian para tamu memilih-milih potongan ayam goreng yang disukainya (misalnya dada, sayap atau paha) memakan waktu terlama, katakanlah 20 detik.

Constraint / Hambatan – adalah sebuah time trap yang sudah tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan (atau harapan tamu).

Untuk menghitung Lead Time proses, WIP akan dibagi dengan Throughput. Rumusnya seperti ini:

rumus littles law

 Latihan menghitung Lead Time disini

Little’s Law untuk Menurunkan Lead Time Proses

Dengan menggunakan Little’s law, kita bisa menurunkan Lead Time untuk mempercepat proses dengan dua cara, yaitu:

1) Menurunkan lamanya Time Trap, sehingga Throughput akan meningkat

Rumus diatas menunjukkan Lead Time proses berbanding terbalik dengan Throughput atau Exit Rate. Pada contoh diatas, misalnya kita ingin meningkatkan Lead Time menjadi 1 orang per 8 detik. Ada beberapa cara yang bisa dipakai, misalnya, kita dapat memindahkan sebagian beban pekerjaan proses C kepada proses A atau B. Pada buffet, untuk mengurangi Time Trap proses pemilihan ayam goreng, kita bisa menyediakan hanya satu jenis potongan ayam saja.

2) Menurunkan atau membatasi Work-in-Process yang berada dalam rangkaian proses

Cara ini mungkin agak sulit diterapkan pada proses transaksional, dimana pelanggan biasanya langsung mengkonsumsi hasil dari proses tersebut. Akan sulit juga untuk perusahaan yang tidak bisa mengatur jumlah produk dalam rangkaian prosesnya. Namun masalah yang kedua bisa dibantu dengan menggunakan konsep Kanban untuk memaksimalkan Lead Time. Kanban akan mengatur jumlah produk yang berada dalam aliran proses.***